Sunday, October 4, 2009

Produk fotografi merupakan bagian dari media komunikasi modern
Foto, dan produk fotografi lainnya, digunakan sebagai:
Ilustrasi menyertai berita dalam media cetak
 Bagian dalam media instruksional
 Berita itu sendiri (majalah LIFE, Jakarta-jakarta)
 Bagian dari multimedia (internet, komunikasi wireless, game interaktif)
 Bagian dari media siaran (broadcast media) seperti TV
 Film (sinema)
Tokoh-tokoh fotografi
 Indonesia
 Mendur bersaudara
 Darwis Triadi
 Internasional
 M. B. White
 H. C. Bresson
 E. Steichen
 R. Capa
 A. Adam
 Fast discharge photo – dapat menyampaikan pesannya dengan cepat/instant
 Tipikal foto-foto berita
 Soft discharge photo - menyampaikan pesannya lebih lambat (membutuhkan waktu untuk dapat memahami pesan yang dikandung dalam foto itu)
 Tipikal foto-foto salon
 Mengambil gambar/foto di ruang publik berbeda-beda di tiap kawasan, tempat atau negara. Sebagai gambaran, kita (di Indonesia) bisa dengan nyaman memotret anak-anak di pinggiran kampung atau dimana saja saat mereka bermain. Tapi jangan harap bisa semudah ini di Australia, mereka punya undang-undang tegas tentang perlindungan anak, maka memotret mereka lagi bermain sekalipun, tanpa ijin orang tuanya akan membawa kita ke penjara. Dianggap eksploitasi anak!

 2) Di Indonesia relatif mudah untuk mendekati, meminta ijin dan memotret. Bahkan sebagian masyarakat kita tidak acuh dan senang saja saat diambil gambarnya, dalam jarak dekat sekalipun
Sebaiknya, di manapun kita mau memotret, apalagi obyeknya adalah manusia, mintalah ijin dahulu, dekati dengan ramah, buat mereka dalam kondisi nyaman dan tidak asing dgn kita (fotografer). 90 persen orang akan dengan senang hati menerima kedatangan kita saat diajak bicara dahulu. Namun untuk beberapa kondisi, fotojurnalis boleh saja mengambil gambar langsung untuk mendapatkan momen yang natural. Tapi jangan lupa bicarakan maksud kita usai memotret. Katakan dengan benar apa adanya. Misal untuk sekedar belajar atau kepentingan pemberitaan yang baik. Jika mereka paham kita lega, namun jika mereka keberatan, jangan mencoba mempublikasikan foto tsb secara umum. Selain tidak menghormati privacy, mereka juga bisa menuntut kita.
 Perkantoran dan mall sering dianggap sebagai ruang publik. Padahal tidak, mereka ibarat pemilik rumah dan halamannya. Apalagi jika disetiap sudut ruang mall ada larangan memotret. Kita tidak boleh seenaknya mengambil foto. Meski tidak semua mall dengan jelas mengumumkannya.
 Namun, etika jurnalistik membolehkan kita memotret rumah seseorang, kantor atau mall jika mereka terlibat dalam sebuah kasus yang layak dan berhak untuk diketahui publik. Misal: jika sebuah institusi atau seseorang punya masalah yang dampaknya merugikan banyak orang, katakanlah mall yg punya masalah dengan sistem pengolahan limbah yang mencemari kampung sekitarnya. Kita dibolehkan mengambil gambarnya, demi kepentingan publik.
 Banning dan Rossa Varhouven (Belanda): ada 5 aspek pokok yang yang harus menjadi tumpuan, yakni content, person, style, lokasi dan lighting. Pewarta foto yang sukses dalam setiap jepretannya adalah mereka yang bisa memadukan kelima aspek tersebut.
 Hal yang paling dibutuhkan untuk menjadi pewarta foto adalah kecintaan pada fotografi. Bahkan itu seharusnya menjadi idealisme foto jurnalis. Menurut Banning, hal mutlak yang harus dimiliki seorang pewarta foto adalah The Power of Observation. Dari hal ini pewarta foto bisa menghasilkan foto-foto decisive moment yang baik.

No comments:

Post a Comment